Beranda | Artikel
Kapan Membaca Dzikir Pagi? - Syaikh Shalih Al - Ushoimi #NasehatUlama
Rabu, 24 November 2021

Kapan Membaca Dzikir Pagi? – Syaikh Shalih Al – Ushoimi #NasehatUlama

Salah satu zikir yang memiliki waktu tertentu secara syariat adalah zikir pagi. Dan pagi ialah nama bagi waktu di awal siang. Pagi ialah nama bagi waktu di awal siang. Yakni awal siang disebut dengan pagi. Awal waktu siang disebut dengan pagi. Sehingga ‘pagi’ tidak mencakup seluruh waktu siang. Namun hanya menunjukkan sebagian waktu siang saja (yaitu awal siang). Imam at-Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan hadits dari ‘Utsman -radhiyallahu ‘anhu-, bahwa Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Tidaklah seorang hamba membaca di waktu pagi pada setiap harinya, dan di waktu sore pada setiap malamnya…” “Tidaklah seorang hamba membaca di waktu pagi pada setiap harinya, dan di waktu sore pada setiap malamnya,…” ‘Bismillaahil ladzi laa yadhurru ma’as mihi syai’un…’ dan seterusnya…

Dalam hadits tersebut, Nabi menyebut pagi sebagai bagian dari waktu siang, dan sore menjadi sebagian dari waktu malam. Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menyebut pagi sebagai sebagian dari siang, dan sore menjadi sebagian dari malam. Dan awal dari waktu pagi bermula dari terbitnya waktu fajar. Awal pagi bermula dari terbitnya waktu fajar. Dan yang dimaksud dengan waktu fajar adalah waktu fajar kedua (fajar shadiq); yaitu waktu fajar yang berkaitan dengan banyak hukum, seperti menjadi waktu shalat subuh, dan mulainya waktu puasa. Kedua ibadah ini bermula dari waktu fajar kedua (fajar shadiq). Dan waktu pagi bermula sejak dimulainya waktu fajar kedua tersebut. Dan yang menandai permulaannya adalah cahaya yang menyebar secara horizontal di ufuk. Yang menandai permulaannya adalah cahaya yang menyebar secara horizontal di ufuk. Inilah yang membedakannya dari waktu fajar pertama. Inilah yang membedakannya dari waktu fajar pertama. Waktu fajar kedua disebut juga dengan fajar shadiq.Waktu fajar kedua disebut juga dengan fajar shadiq. Sedangkan fajar pertama disebut dengan fajar kadzib (palsu).

(BEDA FAJAR SHADIQ DAN FAJAR KADZIB)
Ada dua perbedaan di antara keduanya: Pertama, fajar shadiq (fajar kedua) cahayanya menyebar di ufuk secara horizontal. Fajar shadiq atau fajar kedua, cahayanya menyebar di ufuk secara horizontal. Sedangkan fajar kadzib atau fajar pertama, cahayanya memancar secara vertikal ke langit, cahayanya memancar secara vertikal ke langit. Saat fajar shadiq (fajar kedua), cahayanya akan menyebar melebar (horizontal) di ufuk, cahayanya akan tersebar melebar di ufuk. Adapun saat fajar kadzib (fajar pertama), cahayanya memanjang ke langit (vertikal), yakni cahayanya memancar naik ke langit. Dan perbedaan kedua: Cahaya saat fajar shadiq, semakin bertambah terang, dan tidak kembali gelap. Cahaya saat fajar shadiq, semakin bertambah terang, dan tidak kembali gelap. Sedangkan saat fajar kadzib (fajar pertama), cahayanya berkurang, dan kemudian kembali gelap. Cahayanya berkurang, dan kemudian kembali gelap. Lalu setelah gelap itu, datanglah waktu fajar shadiq (fajar kedua). Dan akhir dari waktu subuh adalah saat terbitnya matahari. Dan akhir dari waktu subuh adalah dengan terbitnya matahari. Itulah perubahan keadaan pertama, yang terjadi setelah waktu fajar kedua (fajar shadiq). Itulah perubahan keadaan pertama, yang terjadi setelah waktu fajar kedua. Jika waktu fajar kedua telah tiba, maka mulailah waktu siang pada suatu keadaan. Dan keadaan ini tidak berubah hingga terbitnya matahari. Jika matahari mulai terbit, maka waktu siang berpindah ke keadaan kedua. Dan orang-orang arab menjadikan pembagian waktu siang dan malam menjadi beberapa bagian, sesuai dengan keadaan di saat itu. Waktu siang mereka bagi menjadi 12 bagian Dan waktu malam juga menjadi 12 bagian. Dan yang mereka maksud dengan bagian ini adalah durasi waktu yang memiliki ciri khas tertentu. Suatu durasi waktu yang memiliki ciri khas tertentu. Misalnya mereka menyebut salah satu durasi waktu siang dengan al-Hajirah. Salah satu durasi waktu siang disebut al-Hajirah. Hajirah yaitu ketika matahari telah bersinar terik. Dan mereka menyebut salah satu durasi waktu malam dengan waktu sahur. Sahur adalah durasi waktu antara waktu fajar shadiq dan fajar kadzib. Mereka juga menyebut salah satu durasi waktu siang dengan waktu Subuh. Waktu subuh yaitu durasi waktu antara datangnya waktu fajar kedua hingga terbitnya matahari. Sehingga setelah terbit matahari,dimulailah waktu yang lain yaitu waktu dhuha; ketika matahari mulai terbit dan terus meninggi.

(KAPAN MEMBACA ZIKIR PAGI)
Mulainya waktu pembacaan Zikir-zikir yang dibaca di pagi hari (Zikir Pagi) adalah SETELAH SHALAT SUBUH. Dimulai setelah shalat subuh. Meskipun waktu pagi dimulai dari datangnya waktu fajar kedua, namun amalan para Salafus Shaleh menunjukkan bahwa zikir ini dibaca setelah shalat subuh. Abu Amr al-Auza’i menyebutkan bahwa para Salafus Shaleh mengisi waktu antara adzan subuh dan iqamahnya, Serta antara adzan maghrib dan iqamahnya, dengan memperbanyak istighfar dan tasbih. Dua waktu ini diisi dengan zikir mutlak (yang tidak terikat waktu dan keadaan tertentu). Yaitu dengan istighfar dan tasbih. Sehingga zikir yang disyariatkan untuk dibaca di pagi dan sore hari dimulai setelah dua waktu shalat itu (Zikir Pagi setelah shalat subuh, dan Zikir Petang setelah shalat maghrib). Inilah amalan yang berlaku hingga beberapa waktu lalu yakni orang-orang di tempat kita ini tidak sibuk setelah adzan subuh dengan membaca al-Qur’an; demikian pula setelah adzan maghrib. Namun mereka sibuk dengan tasbih dan istighfar, hingga dikumandangkannya iqamah shalat subuh atau maghrib. Abu ‘Amr meriwayatkan amalan para salaf ini, bahkan seakan-akan itu menjadi ijma’ yang terus diamalkan. Hingga kini orang-orang menurun semangatnya, serta ilmu dan amalan mereka juga melemah. Salah satu zikir yang memiliki waktu tertentu secara syariat adalah zikir pagi. Dan pagi ialah nama bagi waktu di awal siang. Pagi ialah nama bagi waktu di awal siang. Yakni awal siang disebut dengan pagi. Awal waktu siang disebut dengan pagi. Sehingga ‘pagi’ tidak mencakup seluruh waktu siang. Namun hanya menunjukkan sebagian waktu siang saja (yaitu awal siang). Imam at-Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan hadits dari ‘Utsman -radhiyallahu ‘anhu-, bahwa Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Tidaklah seorang hamba membaca di waktu pagi pada setiap harinya, dan di waktu sore pada setiap malamnya…” “Tidaklah seorang hamba membaca di waktu pagi pada setiap harinya, dan di waktu sore pada setiap malamnya,…” ‘Bismillaahil ladzi laa yadhurru ma’as mihi syai’un…’ dan seterusnya. Dalam hadits tersebut, Nabi menyebut pagi sebagai bagian dari waktu siang, dan sore menjadi sebagian dari waktu malam.
Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menyebut pagi sebagai sebagian dari siang, dan sore menjadi sebagian dari malam. Dan awal dari waktu pagi bermula dari terbitnya waktu fajar. Awal pagi bermula dari terbitnya waktu fajar. Dan yang dimaksud dengan waktu fajar adalah waktu fajar kedua (fajar shadiq); yaitu waktu fajar yang berkaitan dengan banyak hukum, seperti menjadi waktu shalat subuh, dan mulainya waktu puasa. Kedua ibadah ini bermula dari waktu fajar kedua (fajar shadiq). Dan waktu pagi bermula sejak dimulainya waktu fajar kedua tersebut. Dan yang menandai permulaannya adalah cahaya yang menyebar secara horizontal di ufuk. Yang menandai permulaannya adalah cahaya yang menyebar secara horizontal di ufuk. Inilah yang membedakannya dari waktu fajar pertama. Inilah yang membedakannya dari waktu fajar pertama. Waktu fajar kedua disebut juga dengan fajar shadiq. Sedangkan fajar pertama disebut dengan…Waktu fajar kedua disebut juga dengan fajar shadiq. Sedangkan fajar pertama disebut dengan fajar kadzib (palsu).

(BEDA FAJAR SHADIQ DAN FAJAR KADZIB)
Ada dua perbedaan di antara keduanya:
Pertama, fajar shadiq (fajar kedua) cahayanya menyebar di ufuk secara horizontal.
Fajar shadiq atau fajar kedua, cahayanya menyebar di ufuk secara horizontal. Sedangkan fajar kadzib atau fajar pertama, cahayanya memancar secara vertikal ke langit, cahayanya memancar secara vertikal ke langit. Saat fajar shadiq (fajar kedua), cahayanya akan menyebar melebar (horizontal) di ufuk, cahayanya akan tersebar melebar di ufuk. Adapun saat fajar kadzib (fajar pertama), cahayanya memanjang ke langit (vertikal), yakni cahayanya memancar naik ke langit. Dan perbedaan kedua: Cahaya saat fajar shadiq, semakin bertambah terang, dan tidak kembali gelap. Cahaya saat fajar shadiq, semakin bertambah terang, dan tidak kembali gelap. Sedangkan saat fajar kadzib (fajar pertama), cahayanya berkurang, dan kemudian kembali gelap. Cahayanya berkurang, dan kemudian kembali gelap. Lalu setelah gelap itu, datanglah waktu fajar shadiq (fajar kedua). Dan akhir dari waktu subuh adalah saat terbitnya matahari. Dan akhir dari waktu subuh adalah dengan terbitnya matahari. Itulah perubahan keadaan pertama, yang terjadi setelah waktu fajar kedua (fajar shadiq). Itulah perubahan keadaan pertama, yang terjadi setelah waktu fajar kedua. Jika waktu fajar kedua telah tiba, maka mulailah waktu siang pada suatu keadaan. Dan keadaan ini tidak berubah hingga terbitnya matahari. Jika matahari mulai terbit, maka waktu siang berpindah ke keadaan kedua. Dan orang-orang arab menjadikan pembagian waktu siang dan malam menjadi beberapa bagian, sesuai dengan keadaan di saat itu. Waktu siang mereka bagi menjadi 12 bagian. Dan waktu malam juga menjadi 12 bagian. Dan yang mereka maksud dengan bagian ini adalah durasi waktu yang memiliki ciri khas tertentu.

Suatu durasi waktu yang memiliki ciri khas tertentu. Misalnya mereka menyebut salah satu durasi waktu siang dengan al-Hajirah. Salah satu durasi waktu siang disebut al-Hajirah. Hajirah yaitu ketika matahari telah bersinar terik. Dan mereka menyebut salah satu durasi waktu malam dengan waktu sahur. Sahur adalah durasi waktu antara waktu fajar shadiq dan fajar kadzib. Mereka juga menyebut salah satu durasi waktu siang dengan waktu Subuh. Waktu subuh yaitu durasi waktu antara datangnya waktu fajar kedua hingga terbitnya matahari. Sehingga setelah terbit matahari, dimulailah waktu yang lain yaitu waktu dhuha; ketika matahari mulai terbit dan terus meninggi.

(KAPAN MEMBACA ZIKIR PAGI)
Mulainya waktu pembacaan. Zikir-zikir yang dibaca di pagi hari (Zikir Pagi) adalah SETELAH SHALAT SUBUH. Dimulai setelah shalat subuh. Meskipun waktu pagi dimulai dari datangnya waktu fajar kedua, namun amalan para Salafus Shaleh menunjukkan bahwa zikir ini dibaca setelah shalat subuh. Abu Amr al-Auza’i menyebutkan bahwa para Salafus Shaleh mengisi waktu antara adzan subuh dan iqamahnya, Serta antara adzan maghrib dan iqamahnya, dengan memperbanyak istighfar dan tasbih. Dua waktu ini diisi dengan zikir mutlak (yang tidak terikat waktu dan keadaan tertentu). Yaitu dengan istighfar dan tasbih. Sehingga zikir yang disyariatkan untuk dibaca di pagi dan sore hari dimulai setelah dua waktu shalat itu (Zikir Pagi setelah shalat subuh, dan Zikir Petang setelah shalat maghrib). Inilah amalan yang berlaku hingga beberapa waktu lalu yakni orang-orang di tempat kita ini tidak sibuk setelah adzan subuh dengan membaca al-Qur’an; demikian pula setelah adzan maghrib. Namun mereka sibuk dengan tasbih dan istighfar, hingga dikumandangkannya iqamah shalat subuh atau maghrib. Abu ‘Amr meriwayatkan amalan para salaf ini, bahkan seakan-akan itu menjadi ijma’ yang terus diamalkan. Hingga kini orang-orang menurun semangatnya, serta ilmu dan amalan mereka juga melemah.

================================================================================

وَمِنْ جُمْلَةِ الْأَذْكَارِ الْمُوَظَّفَةِ شَرْعًا

أَذْكَارُ الصَّبَاحِ

وَالصَّبَاحُ اِسْمُ صَدْرِ النَّهَارِ

وَالصَّبَاحُ اِسْمُ صَدْرِ النَّهَارِ

فَأَوَّلُ النَّهَارِ يُسَمَّى صَبَاحًا

فَأَوَّلُ النَّهَارِ يُسَمَّى صَبَاحًا

فَلَا يَشْمَلُ النَّهَارَ كُلَّهُ

وَيَخْتَصُّ بِبَعْضِهِ

وَعِنْدَ التِّرْمِذِيِّ وَابْنِ مَاجَهِ مِنْ حَدِيثِ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ

مَا مِنْ عَبْدٍ يَقُولُ صَبَاحَ كُلِّ يَوْمٍ

وَمَسَاءَ كُلِّ لَيْلَةٍ

مَا مِنْ عبدٍ يَقُولُ صَبَاحَ كُلِّ يَوْمٍ

وَمَسَاءَ كُلِّ لَيْلَةٍ

بِسْمِ اللهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ إلَى تَمَامِ الذِّكْرِ الْآتِي

فَجَعَلَ الصَّبَاحَ بَعْضَ النَّهَارِ

وَجَعَلَ الْمَسَاءَ بَعْضَ اللَّيْلَةِ

فَجَعَلَ الصَّبَاحَ بَعْضَ النَّهَارِ

وَجَعَلَ الْمَسَاءَ بَعْضَ اللَّيْلَةِ

وَمُبْتَدَأُ الصَّبَاحِ يَكُونُ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ

وَمُبْتَدَأُ الصَّبَاحِ يَكُونُ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ

وَالْمُرَادُ بِهِ عِنْدَ الْإِطْلَاقِ الْفَجْرُ الثَّانِي

فَهُوَ الَّذِي عُلِّقَتْ بِهِ الْأَحْكَامُ

كَوَقْتِ صَلَاةِ الْفَجْرِ

وَصِيَامِ الْيَوْمِ

فَإِنَّهُمَا يَبْدَآنِ مِنَ الْفَجْرِ الثَّانِي

فَالصَّبَاحُ يَبْتَدِئُ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ الثَّانِي

وَعَلَامَتُهُ

الضِّيَاءُ الْمُنْفَسِحُ فِي الْأُفُقِ عَرْضًا

وَعَلَامَتُهُ الضِّيَاءُ وَالنُّورُ الْمُنْفَسِحُ فِي الْأُفُقِ عَرْضًا

وَهَذَا تَمْيِيْزٌ لَهُ عَنِ الْفَجْرِ الْأَوَّلِ

وَهَذَا تَمْيِيْزٌ لَهُ عَنِ الْفَجْرِ الْأَوَّلِ

وَيُسَمَّى الثَّانِي فَجْرًا صَادِقًا

وَيُسَمَّى الْأَوَّلُ

وَيُسَمَّى الثَّانِي فَجْرًا صَادِقًا

وَيُسَمَّى الْأَوَّلُ فَجْرًا كَاذِبًا

وَالْفَرْقُ بَيْنَهُمَا مِنْ جِهَتَيْنِ

إِحْدَاهُمَا أَنَّ الْفَجْرَ الصَّادِقَ يَكُونُ فِي الْأُفُقِ عَرْضًا

أَنَّ الْفَجْرَ الصَّادِقَ وَهُوَ الثَّانِي يَكُونُ فِي الْأُفُقِ عَرْضًا

أَمَّا الْفَجْرُ الْكَاذِبُ وَهُوَ الْأَوَّلُ فَيَكُونُ فِي السَّمَاءِ طُوْلًا

فَيَكُونُ فِي السَّمَاءِ طُولًا

فَفِي الْفَجْرِ الصَّادِقِ يَنْتَشِرُ النُّورُ فِي عَرْضِ الْأُفُقِ

يَنْتَشِرُ النُّورُ فِي عَرْضِ الْأُفُقِ

وَأَمَّا فِي الْفَجْرِ الْكَاذِبِ فَيَنْصَدِعُ النُّورُ فِي السَّمَاءِ

أَيْ يَرْتَفِعُ فِي السَّمَاءِ

وَالْأُخْرَى

أَنَّ النُّورَ فِي الْفَجْرِ الصَّادِقِ لَا يَزَالُ يَتَزَايَدُ

وَلَا يَخْلُفُهُ ظَلَامٌ

أَنَّ النُّورَ فِي الْفَجْرِ الصَّادِقِ

يَتَزَايَدُ وَلَا يَخْلُفُهُ ظَلَامٌ

وَأَمَّا فِي الْفَجْرِ الْكَاذِبِ

فَإِنَّهُ يَقِلُّ ثُمَّ يَتْبَعُهُ ظَلَامٌ

فَإِنَّهُ يَقِلُّ ثُمَّ يَتْبَعُهُ ظَلَامٌ

ثُمَّ يَأْتِي بَعْدَ ذَلِكَ الْفَجْرُ الصَّادِقُ

وَمُنْتَهَى وَقْتِ الصُّبْحِ طُلُوعُ الشَّمْسِ

وَمُنْتَهَى وَقْتِ الصُّبْحِ طُلُوعُ الشَّمْسِ

فَإِنَّهُ أَوَّلُ تَغَيُّرٍ

يَحْدُثُ بَعْدَ طُلُوعِ الْفَجْرِ الثَّانِي

فَإِنَّهُ أَوَّلُ تَغَيُّرٍ يَحْدُثُ بَعْدَ طُلُوعِ الْفَجْرِ الثَّانِي

فَإِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ الثَّانِي

اِبْتَدَأَ لِلنَّهَارِ حَالٌ

لَا يَرْتَفِعُ عَنْهَا إِلَّا بِطُلُوعِ الشَّمْسِ

فَإِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ

اِنْتَقَلَ النَّهَارُ إِلَى حَالٍ ثَانِيَةٍ

وَالْعَرَبُ يَجْعَلُونَ

لِلنَّهَارِ وَاللَّيْلِ سَاعَاتٍ

بِاعْتِبَارِ الْأَحْوَالِ الَّتِي تَكُونُ فِيهَا

فَعِنْدَهُم لِلنَّهَارِ اِثْنَا عَشَرَ سَاعَةً

وَلِلَّيْلِ اِثْنَا عَشَرَ سَاعَةً

وَمُرَادُهُم بِالسَّاعَةِ مُدَّةٌ مِنَ الْوَقْتِ

ذَاتُ صِفَةٍ خَاصَّةٍ

مُدَّةٌ مِنَ الْوَقْتِ ذَاتُ صِفَةٍ خَاصَّةٍ

فَمَثَلًا عِنْدَهُمْ مِنْ سَاعَاتِ النَّهَارِ الْهَاجِرَةُ

مِنْ سَاعَاتِ النَّهَارِ الْهَاجِرَةُ

وَهِيَ حِينَ اشْتِدَادِ الشَّمْسِ

وَعِنْدَهُم مِنْ سَاعَاتِ اللَّيْلِ السَّحَرُ

وَهِيَ الْمُدَّةُ الَّتِي تَكُونُ بَيْنَ الْفَجْرِ الصَّادِقِ وَالْكَاذِبِ

فَمِنْ جُمْلَةِ سَاعَاتِ النَّهَارِ عِنْدَهُم سَاعَةُ الصُّبْحِ

وَهِيَ الَّتِي تَكُونُ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ الثَّانِي إلَى طُلُوعِ الشَّمْسِ

فَبَعْدَ طُلُوعِ الشَّمْسِ

يَبْتَدِئُ وَقْتٌ آخَرُ

هُوَ وَقْتُ الضُّحَى يَبْدَأُ شَيْئًا يَسِيْرًا ثُمَّ لَا يَزَالُ يَرْتَفِعُ

وَمُبْتَدَأُ الْإِتْيَانِ

بِالْأَذْكَارِ الْمُوَظَّفَةِ صَبَاحًا

هُوَ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ

بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ

فَإِنَّهُ وَإِنْ كَانَ وَقْتُهَا يَبْتَدِئُ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ الثَّانِي

إلَّا أَنَّ تَصَرُّفَ السَّلَفِ يَدُلُّ عَلَى هَذَا

فَقَدْ ذَكَرَ أَبُو عَمْرٍو الْأَوْزَاعِيُّ

أَنَّ السَّلَفَ كَانُوا يَعْمُرُونَ

مَا بَيْنَ أَذَانِ الْفَجْرِ وَإِقَامَتِهِ

وَمَا بَيْنَ أَذَانِ الْمَغْرِبِ وَإِقَامَتِهِ

بِالِاسْتِغْفَارِ وَالتَّسْبِيحِ

فَهُمَا مَعْمُوْرَانِ بِذِكْرٍ مُطْلَقٍ

هُوَ اسْتِغْفَارُ اللهِ وَالتَّسْبِيحُ

فَتَكُونُ الْأَذْكَارُ الَّتِي تُشْرَعُ

صَبَاحًا أَو مَسَاءً مَبْدُوْءَةً بَعْدَهُمَا

وَهَذَا الْأَمْرُ كَانَ إلَى وَقْتٍ قَرِيبٍ

أَنَّ النَّاسَ فِي قُطْرِنَا هَذَا

لَا يَشْتَغِلُونَ بَعْدَ أَذَانِ الْفَجْرِ بِقِرَاءَةِ

الْقُرْآنِ وَكَذَا بَعْدَ الْمَغْرِبِ

وَإِنَّمَا يَشْتَغِلُونَ بِالتَّسْبِيحِ وَالِاسْتِغْفَارِ حَتَّى

يُقَامَ لِلْفَجْرِ أَوْ يُقَامَ لِلْمَغْرِبِ

وَقَد نَقَلَهَا أَبُو عَمْرٍو حَالًا لِلسَّلَفِ فَكَأَنَّهُ

إِجْمَاعٌ بَقِيَ الْعَمَلُ بِهِ

حَتَّى ضَعُفَ فِي النَّاسِ

وَاخْتَلَطَتْ عَلَيْهِمْ مَعَارِفُهُمْ وَأَعْمَالُهُمْ

وَمِنْ جُمْلَةِ الْأَذْكَارِ الْمُوَظَّفَةِ شَرْعًا

أَذْكَارُ الصَّبَاحِ

وَالصَّبَاحُ اِسْمُ صَدْرِ النَّهَارِ

وَالصَّبَاحُ اِسْمُ صَدْرِ النَّهَارِ

فَأَوَّلُ النَّهَارِ يُسَمَّى صَبَاحًا

فَأَوَّلُ النَّهَارِ يُسَمَّى صَبَاحًا

فَلَا يَشْمَلُ النَّهَارَ كُلَّهُ

وَيَخْتَصُّ بِبَعْضِهِ

وَعِنْدَ التِّرْمِذِيِّ وَابْنِ مَاجَهِ مِنْ حَدِيثِ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ

مَا مِنْ عَبْدٍ يَقُولُ صَبَاحَ كُلِّ يَوْمٍ

وَمَسَاءَ كُلِّ لَيْلَةٍ

مَا مِنْ عبدٍ يَقُولُ صَبَاحَ كُلِّ يَوْمٍ

وَمَسَاءَ كُلِّ لَيْلَةٍ

بِسْمِ اللهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ إلَى تَمَامِ الذِّكْرِ الْآتِي

فَجَعَلَ الصَّبَاحَ بَعْضَ النَّهَارِ

وَجَعَلَ الْمَسَاءَ بَعْضَ اللَّيْلَةِ

فَجَعَلَ الصَّبَاحَ بَعْضَ النَّهَارِ

وَجَعَلَ الْمَسَاءَ بَعْضَ اللَّيْلَةِ

وَمُبْتَدَأُ الصَّبَاحِ يَكُونُ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ

وَمُبْتَدَأُ الصَّبَاحِ يَكُونُ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ

وَالْمُرَادُ بِهِ عِنْدَ الْإِطْلَاقِ الْفَجْرُ الثَّانِي

فَهُوَ الَّذِي عُلِّقَتْ بِهِ الْأَحْكَامُ

كَوَقْتِ صَلَاةِ الْفَجْرِ

وَصِيَامِ الْيَوْمِ

فَإِنَّهُمَا يَبْدَآنِ مِنَ الْفَجْرِ الثَّانِي

فَالصَّبَاحُ يَبْتَدِئُ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ الثَّانِي

وَعَلَامَتُهُ

الضِّيَاءُ الْمُنْفَسِحُ فِي الْأُفُقِ عَرْضًا

وَعَلَامَتُهُ الضِّيَاءُ وَالنُّورُ الْمُنْفَسِحُ فِي الْأُفُقِ عَرْضًا

وَهَذَا تَمْيِيْزٌ لَهُ عَنِ الْفَجْرِ الْأَوَّلِ

وَهَذَا تَمْيِيْزٌ لَهُ عَنِ الْفَجْرِ الْأَوَّلِ

وَيُسَمَّى الثَّانِي فَجْرًا صَادِقًا

وَيُسَمَّى الْأَوَّلُ

وَيُسَمَّى الثَّانِي فَجْرًا صَادِقًا

وَيُسَمَّى الْأَوَّلُ فَجْرًا كَاذِبًا

وَالْفَرْقُ بَيْنَهُمَا مِنْ جِهَتَيْنِ

إِحْدَاهُمَا أَنَّ الْفَجْرَ الصَّادِقَ يَكُونُ فِي الْأُفُقِ عَرْضًا

أَنَّ الْفَجْرَ الصَّادِقَ وَهُوَ الثَّانِي يَكُونُ فِي الْأُفُقِ عَرْضًا

أَمَّا الْفَجْرُ الْكَاذِبُ وَهُوَ الْأَوَّلُ فَيَكُونُ فِي السَّمَاءِ طُوْلًا

فَيَكُونُ فِي السَّمَاءِ طُولًا

فَفِي الْفَجْرِ الصَّادِقِ يَنْتَشِرُ النُّورُ فِي عَرْضِ الْأُفُقِ

يَنْتَشِرُ النُّورُ فِي عَرْضِ الْأُفُقِ

وَأَمَّا فِي الْفَجْرِ الْكَاذِبِ فَيَنْصَدِعُ النُّورُ فِي السَّمَاءِ

أَيْ يَرْتَفِعُ فِي السَّمَاءِ

وَالْأُخْرَى

أَنَّ النُّورَ فِي الْفَجْرِ الصَّادِقِ لَا يَزَالُ يَتَزَايَدُ

وَلَا يَخْلُفُهُ ظَلَامٌ

أَنَّ النُّورَ فِي الْفَجْرِ الصَّادِقِ

يَتَزَايَدُ وَلَا يَخْلُفُهُ ظَلَامٌ

وَأَمَّا فِي الْفَجْرِ الْكَاذِبِ

فَإِنَّهُ يَقِلُّ ثُمَّ يَتْبَعُهُ ظَلَامٌ

فَإِنَّهُ يَقِلُّ ثُمَّ يَتْبَعُهُ ظَلَامٌ

ثُمَّ يَأْتِي بَعْدَ ذَلِكَ الْفَجْرُ الصَّادِقُ

وَمُنْتَهَى وَقْتِ الصُّبْحِ طُلُوعُ الشَّمْسِ

وَمُنْتَهَى وَقْتِ الصُّبْحِ طُلُوعُ الشَّمْسِ

فَإِنَّهُ أَوَّلُ تَغَيُّرٍ

يَحْدُثُ بَعْدَ طُلُوعِ الْفَجْرِ الثَّانِي

فَإِنَّهُ أَوَّلُ تَغَيُّرٍ يَحْدُثُ بَعْدَ طُلُوعِ الْفَجْرِ الثَّانِي

فَإِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ الثَّانِي

اِبْتَدَأَ لِلنَّهَارِ حَالٌ

لَا يَرْتَفِعُ عَنْهَا إِلَّا بِطُلُوعِ الشَّمْسِ

فَإِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ

اِنْتَقَلَ النَّهَارُ إِلَى حَالٍ ثَانِيَةٍ

وَالْعَرَبُ يَجْعَلُونَ

لِلنَّهَارِ وَاللَّيْلِ سَاعَاتٍ

بِاعْتِبَارِ الْأَحْوَالِ الَّتِي تَكُونُ فِيهَا

فَعِنْدَهُم لِلنَّهَارِ اِثْنَا عَشَرَ سَاعَةً

وَلِلَّيْلِ اِثْنَا عَشَرَ سَاعَةً

وَمُرَادُهُم بِالسَّاعَةِ مُدَّةٌ مِنَ الْوَقْتِ

ذَاتُ صِفَةٍ خَاصَّةٍ

مُدَّةٌ مِنَ الْوَقْتِ ذَاتُ صِفَةٍ خَاصَّةٍ

فَمَثَلًا عِنْدَهُمْ مِنْ سَاعَاتِ النَّهَارِ الْهَاجِرَةُ

مِنْ سَاعَاتِ النَّهَارِ الْهَاجِرَةُ

وَهِيَ حِينَ اشْتِدَادِ الشَّمْسِ

وَعِنْدَهُم مِنْ سَاعَاتِ اللَّيْلِ السَّحَرُ

وَهِيَ الْمُدَّةُ الَّتِي تَكُونُ بَيْنَ الْفَجْرِ الصَّادِقِ وَالْكَاذِبِ

فَمِنْ جُمْلَةِ سَاعَاتِ النَّهَارِ عِنْدَهُم سَاعَةُ الصُّبْحِ

وَهِيَ الَّتِي تَكُونُ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ الثَّانِي إلَى طُلُوعِ الشَّمْسِ

فَبَعْدَ طُلُوعِ الشَّمْسِ

يَبْتَدِئُ وَقْتٌ آخَرُ

هُوَ وَقْتُ الضُّحَى يَبْدَأُ شَيْئًا يَسِيْرًا ثُمَّ لَا يَزَالُ يَرْتَفِعُ

وَمُبْتَدَأُ الْإِتْيَانِ

بِالْأَذْكَارِ الْمُوَظَّفَةِ صَبَاحًا

هُوَ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ

بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ

فَإِنَّهُ وَإِنْ كَانَ وَقْتُهَا يَبْتَدِئُ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ الثَّانِي

إلَّا أَنَّ تَصَرُّفَ السَّلَفِ يَدُلُّ عَلَى هَذَا

فَقَدْ ذَكَرَ أَبُو عَمْرٍو الْأَوْزَاعِيُّ

أَنَّ السَّلَفَ كَانُوا يَعْمُرُونَ

مَا بَيْنَ أَذَانِ الْفَجْرِ وَإِقَامَتِهِ

وَمَا بَيْنَ أَذَانِ الْمَغْرِبِ وَإِقَامَتِهِ

بِالِاسْتِغْفَارِ وَالتَّسْبِيحِ

فَهُمَا مَعْمُوْرَانِ بِذِكْرٍ مُطْلَقٍ

هُوَ اسْتِغْفَارُ اللهِ وَالتَّسْبِيحُ

فَتَكُونُ الْأَذْكَارُ الَّتِي تُشْرَعُ

صَبَاحًا أَو مَسَاءً مَبْدُوْءَةً بَعْدَهُمَا

وَهَذَا الْأَمْرُ كَانَ إلَى وَقْتٍ قَرِيبٍ

أَنَّ النَّاسَ فِي قُطْرِنَا هَذَا

لَا يَشْتَغِلُونَ بَعْدَ أَذَانِ الْفَجْرِ بِقِرَاءَةِ

الْقُرْآنِ وَكَذَا بَعْدَ الْمَغْرِبِ

وَإِنَّمَا يَشْتَغِلُونَ بِالتَّسْبِيحِ وَالِاسْتِغْفَارِ حَتَّى

يُقَامَ لِلْفَجْرِ أَوْ يُقَامَ لِلْمَغْرِبِ

وَقَد نَقَلَهَا أَبُو عَمْرٍو حَالًا لِلسَّلَفِ فَكَأَنَّهُ

إِجْمَاعٌ بَقِيَ الْعَمَلُ بِهِ

حَتَّى ضَعُفَ فِي النَّاسِ

وَاخْتَلَطَتْ عَلَيْهِمْ مَعَارِفُهُمْ وَأَعْمَالُهُمْ


Artikel asli: https://nasehat.net/kapan-membaca-dzikir-pagi-syaikh-shalih-al-ushoimi-nasehatulama/